HARIANPAGI | DEMAK – Proses melahirkan di tengah banjir besar yang melanda Kota Demak, harus dialami oleh seorang ibu bernama Oktaviyaningrum, seorang warga Kampung Krapyak, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Bagi Oktaviyaningrum proses persalinan yang harus dijalaninya bukanlah hal mudah karena rumah dimana dirinya dan keluarganya tinggal terendam banjir.
Oktaviyaningrum, yang kesehariannya akrab disapa Okta, yang saat ini sudah berada di tempat pengungsian di Wisma Halim, Jum’at (22/3/2024), menuturkan bahwa umur kandungannya yang sudah memasuki bulan ke sembilan, pada Minggu (17/3/2024) perutnya mulai terasa ada kontraksi sebagai pertanda akan segera melahirkan.
“Saat itu saya hanya berfikir harus segera ke klinik bersalin tapi banjir mulai merendam lingkungan tempat tinggal saya, sedangkan suami saya juga sedang tidak berada di rumah karena sedang bergotong-royong menutup tanggul sungai yang ada di dekat rumah ada yang jebol. Saya benar-benar bingung saat itu”, ungkap Okta.
Tak berapa lama, lanjut Okta, suami saya datang dan dengan menggunakan perahu karet saya dievakuasi menuju tempat yang tidak terendam banjir, kemudian dengan menggunakan sebuah mobil saya dibawa ke klinik bersalin yang waktu tempuhnya sekitar 30 menit.
“Yang jelas melahirkan saat banjir sungguh penuh tantangan dan menjadi momen yang tidak terlupakan karena tidak pernah terbayangkan sebelumnya”, tandas Okta.
Lebih lanjut Okta menuturkan bahwa usai persalinan kita juga sempat bingung maunpulang kemana tapi akhirnya diputuskan pulang ke rumah karena banjir yang merendam rumah belum begitu tinggi.
“Tetapi setelah satu hari berada di rumah, banjir yang merendam rumah semakin tinggi sehingga saya bersama suami dan ke empat anak kami dengan terburu-buru memutuskan untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman yakninke mushola yang dekat dengan rumah”, terang Okta.
Namun, imbuh Okta, karena mengungsi di musala tersebut dianggap warga sekitar tidak repesentatif bagi seorang ibu yang baru saja melahirkan, maka perangkat kampung kemudian menyarankan agar pindah ke pengungsian di Wisma Halim.
“Di Wisma Halim, saya berkumpul bersama 216 orang pengungsi yang lain, dimana kondisinya lebih aman dan fasilitasnya juga memadai karena air bersih, makanan sehari -hari, dan tempat ibadah juga tersedia. Sayapun tak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan bayinya. Baju, popok, minyak telon, semua tersedia”, ungkap Okta.
Okta juga menuturkan bahwa para petugas juga sangat memperhatikan kondisi kesehatan kami berdua. Setiap hari, kesehatan dan asupan gizi untuk kami berdua, benar-benar diperhatikan.
“Pelayanan di sini bagus. Kebutuhan kami berdua terpenuhi semua. Setiap hari kesehatan kami berdua juga selalu dicek”, pungkas Okta. (HP*17).